Masalah 245) Tujuan berwudhu adalah hal-hal yang menjadi tujuan dan peruntukan wudhu.
- Salat
Masalah 246) Wudhu merupakan syarat keabsahan bagi seluruh salat wajib dan mustahab. Begitu juga merupakan syarat keabsahan untuk melaksanakan bagian-bagian yang terlupakan dalam salat. Karena itu, tidak ada satu pun salat yang sah tanpa berwudhu, kecuali salat jenazah yang (memang) tidak disyaratkan adanya wudhu.
Masalah 247) Tidak ada masalah berwudhu untuk melakukan salat wajib (yang belum masuk waktunya) bila menurut pandangan umum berada pada jarak yang dekat dengan masuknya waktu salat.
Masalah 248) Wudhu dengan niat untuk thaharah, menurut syar’i, merupakan perbuatan yang terpuji dan mustahab, dan tidak ada larangan untuk melakukan salat dengan wudhu mustahab ini.
Masalah 249) Apabila wudhu telah dilakukan secara benar, maka selama belum batal, dengan wudhu tersebut seseorang bisa melakukan setiap amalan yang mensyaratkan thaharah. Karena itu, tidak ada kewajiban untuk melakukan wudhu secara terpisah pada tiap-tiap salat, melainkan satu wudhu bisa digunakan untuk berapa pun salat selama wudhu tersebut belum batal.
- Thawaf Wajib
Masalah 250) Wudhu juga merupakan syarat keabsahan bagi tawaf wajib. Tanpa wudhu tawaf wajib menjadi batal. Yang dimaksud dengan tawaf wajib adalah tawaf yang merupakan bagian dari haji atau umrah, meskipun haji dan umrah yang mustahab. Tetapi pada tawaf mustahab yang dilakukan pada selain haji dan umrah, tidak mensyaratkan wudhu.
- Menyentuh al-Quran
Masalah 251) Menyentuh tulisan al-Quran tanpa wudhu, hukumnya haram. Aturan ini tidak hanya berlaku untuk yang ada di dalam al-Quran saja, melainkan mencakup seluruh kata dan ayat suci al-Quran, meskipun berada di dalam buku, surat kabar, poster dan lain-lain.
Masalah 252) Berkenaan dengan masalah ini, seluruh bagian tubuh seperti bibir, wajah dan selainnya, memiliki hukum yang sama dengan tangan.
- Menyentuh nama-nama Allah Swt, para nabi as, dan para imam as
Masalah 253) Menyentuh nama-nama dan sifat-sifat khusus Allah Swt tanpa wudhu adalah haram. Demikian juga berdasarkan ihtiyath (wajib) menyentuh nama-nama mulia para nabi as. Menyentuh nama-nama para imam as pun memiliki hukum sebagaimana menyentuh nama-nama Allah Swt.
Masalah 254) Tidak diperbolehkanmenyentuh lafaz agung (al-jalalah) tanpa wudhu, meskipun merupakan bagian dari kata yang majemuk seperti «عبد الله»Abdullah dan «حبیب الله»Habibullah.
Masalah 255) Menyentuh kata ganti yang merujuk kepada Zat Allah Swt seperti kata ganti dalam kalimat “Dengan Nama-Nya” «باسمه تعالی» mempunyai hukum lafzh al-jalalah «الله»“Allah”.
Masalah 256) Tulisan hamzah dan tiga titik (A…) sebagai kata ganti lafzh al-jalalah (Allah), tidak dilarang secara syar’i. Hamzah dengan tiga titik, tidak memiliki hukum lafzh al-jalalah, sehingga diperbolehkan menyentuh kata tersebut tanpa wudhu.
Masalah 257) Diperbolehkanmenghindari penulisan kata “Allah” untuk menghindari kemungkinan tersentuhnya tulisan tersebut oleh tangan orang-orang yang tidak memiliki wudhu.
Masalah 258) Tidak ada masalahmemakai kalung dengan ukiran ayat-ayat al-Quran atau nama-nama mulia (nama-nama Allah Swt, para nabi dan para imam Ahlulbait), tetapi dilarang menyentuhkannya pada tubuh yang tanpa thaharah.
Masalah 259) Tidak ada masalah menggunakan mangkok yang diukir dengan ayat-ayat al-Quran seperti Ayat Kursi atau nama-nama mulia, dengan syarat ketika menyentuhnya harus dengan wudhu atau mengambil makanan darinya dengan menggunakan sendok.
Masalah 260) Seseorang yang menulis ayat-ayat al-Quran, nama-nama mulia, atau nama para imam as dengan alat tulis, tidak wajib untuk berada dalam keadaan wudhu ketika menulisnya (pekerjaan ini tidak disyaratkan adanya thaharah). Tetapi tidak boleh menyentuhnya tanpa wudhu.
Masalah 261) Tulisan yang terukir pada cincin, bila merupakan kata-kata yang disyaratkan kesucian untuk menyentuhnya seperti ayat al-Quran dan sejenisnya, maka tidak diperbolehkan menyentuhnya tanpa thaharah.
Masalah 262) Mencetak dan menyebarkan ayat-ayat al-Quran, nama-nama Allah Swt dan sejenisnya adalah diperbolehkan. Tetapi bagi yang menerimanya wajib untuk memerhatikan hukum-hukum fikih yang berkenaan dengan masalah ini serta berusaha untuk tidak meremehkan, menajiskan dan menyentuhnya tanpa wudhu.
Masalah 263) Tidak diperbolehkan menggunakan surat kabar-surat kabar yang di dalamnya termuat tulisan ayat-ayat al-Quran, nama-nama mulia dan sejenisnya untuk membungkus makanan, alas duduk, alas berdiri, menghamparkannya untuk alas makan dan sejenisnya, bila dalam pandangan umum dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan. Namun bila tidak demikian, maka diperbolehkan.
Masalah 264) Membuang sesuatu yang di dalamnya terdapat ayat-ayat al-Quran atau nama-nama Allah Swt ke sungai-sungai atau parit, bila menurut pandangan umum tidak dianggap sebagai suatu penghinaan, maka hal ini dibolehkan.
Masalah 265) Bila tidak diketahui dengan jelas keberadaan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama Allah Swt serta nama-nama para maksum as dalam sebuah lembaran kertas, maka diperbolehkan membakar atau membuangnya. Dalam masalah ini, tidak ada kewajiban untuk memeriksanya. Namun demikian, membakar dan membuang lembaran-lembaran kertas yang masih ada kemungkinan bisa dimanfaatkan dalam pembuatan karton dan sejenisnya, atau salah satu sisinya masih bisa digunakan untuk menulis, tidak dibenarkan secara syar’i dikarenakan adanya kemungkinan masuk dalam kategori pemborosan
Masalah 266) Diperbolehkan mengubur kertas yang bertuliskan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia di dalam tanah atau mencampurnya dengan air untuk mengubahnya menjadi adonan. Tetapi membakarnya bermasalah, dan bila hal ini dianggap sebagai suatu penghinaan, maka tidak diperbolehkan, kecuali bila terdesak oleh keadaan darurat dan tidak ada kemungkinan untuk memisahkan tulisan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia tersebut.
Masalah 267) Memotong-motong atau menggunting ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia dalam jumlah banyak sehingga tidak bisa dibaca lagi dan tidak ada dua huruf yang saling bersambungan, bila hal ini dianggap sebagai suatu penghinaan, maka tidak diperbolehkan. Adapun apabila tidak sampai menghapus tulisan kata ”Allah” dan ayat-ayat al-Quran, maka dianggap tidak cukup (untuk membebaskan mukalaf dari beban syar’i), karena mengubah bentuk tulisan, menambah atau mengurangi sebagian huruf-huruf tidak bisa menghilangkan hukum-hukum syar’i yang berlaku atas huruf-huruf yang dituliskan dengan tujuan untuk menulis ayat-ayat al-Quran atau nama-nama mulia. Meskipun demikian, tidak jauh dari kemungkinan, bahwa mengubah huruf-huruf dengan cara yang dianggap sebagai penghapusan huruf akan bisa menggugurkan hukum, namun secara ihtiyath (mustahab) tetap dianjurkan untuk menghindari sentuhan dengannya tanpa memiliki wudhu.
Masalah 268) Lambang bendera Republik Islam Iran apabila dalam pandangan urf (pandangan umum masyarakat) termasuk nama dan dibaca sebagai nama Allah maka haram menyentuhnya tanpa wudhu; selain itu tidak ada masalah. Meski berdasarkan prinsip ihtiyath mustahab lebih baik tetap dengan wudhu.
- Hal-hal Yang Dianjurkan Berwudhu
Masalah 269) Dianjurkan setiap orang dalam setiap kondisi dalam keadaan memiliki wudhu; khususnya tatkala masuk masjid atau tempat-tempat mulia, membaca al-Quran, tatkala ingin tidur dan sebagian waktu yang lain.
Masalah 270) Wudhu untuk thaharah adalah perbuatan yang dianjurkan dan ideal.
Sumber:Muntakhab al-Ahkam (Fatwa-fatwa Hukum Fikih, Politik, Sosial dan Budaya) Imam Ali Khamenei [ Nur Alhuda ICC 2020]