Masalah 296) Seseorang dianggap menjadi junub dengan salah satu dari dua hal di bawah ini:
- Senggama (dengan cara yang bagaimanapun, baik senggama yang halal, haram, keluar mani ataupun tidak keluar mani/sperma)
- Keluarnya mani (baik dalam tidur, bangun, secara sengaja ataupun tidak)
Masalah 297) Cairan yang keluar dari laki-laki, apabila diikuti dengan syahwat (kenikmatan seksual), keluar dengan tekanan dan diakhiri dengan tubuh yang terasa lemas, maka cairan tersebut memiliki hukum mani. Tetapi apabila tidak memiliki ketiga tanda di atas, tidak memiliki salah satunya atau ragu atasnya, maka tidak dihukumi sebagai mani, kecuali apabila dia bisa mendapatkan keyakinan dari cara lain bahwa cairan itu adalah mani.
Masalah 298) Cairan yang keluar pada saat wanita mengalami orgasme memiliki hukum mani dan dia harus mandi untuk itu. Namun bila dia ragu telah sampai pada tahapan ini ataukah belum, atau ragu ada cairan yang keluar ataukah tidak, tidak ada kewajiban baginya untuk mandi.
Masalah 299) Masuknya mani ke dalam rahim tanpa didahului dengan kontak kelamin (penetrasi) tidak mewajibkan mandi janabah.
Masalah 300) Dengan terjadinya penetrasi (kontak kelamin), meskipun hanya seukuran tempat khitan (ujung penis), mandi janabah menjadi wajib, baik bagi laki-laki maupun wanita, meskipun tidak terjadi ejakulasi (mengeluarkan air mani) dan wanita juga tidak sampai orgasme.
Masalah 301) Bila seorang wanita segera mandi seusai persetubuhan, sementara mani masih tertinggal di dalam rahimnya, kemudian setelah mandi mani tersebut keluar dari rahimnya, maka bila mani tesebut adalah mani suaminya, maka mandinya tetap dihukumi sah dan tidak menyebabkannya janabahlagi dan mani yang keluar setelah mandi itu adalah najis.
Masalah 302) Wanita yang setelah melakukan pemeriksaan organ internal wanita dengan peralatan medis tidak mengeluarkan mani, tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan mandi janabah.
Sumber: Muntakhab al-Ahkam (Fatwa-fatwa Hukum Fikih, Politik, Sosial dan Budaya) Imam Ali Khamenei [Nur Alhuda ICC 2020]