Syarat-syarat Pakaian Mushalli

Syarat pertama: Suci

Masalah 430) Pakaian mushalli harus suci.

Masalah 431) Seseorang yang tidak mengetahui bahwa melakukan salat dengan tubuh dan pakaian yang najis adalah batal, apabila dia melakukan salatnya dengan tubuh dan pakaian yang najis, maka salatnya dianggap batal.

Masalah 432) Apabila seseorang tidak mengetahui bahwa badan dan pakaiannya najis, dan setelah salat dia baru menyadari kenajisannya, maka salatnya sah. Tetapi apabila sebelumnya dia mengetahui kenajisannya dan lupa tentang hal itu lalu dia melakukan salat dengannya, maka salatnya batal.

Masalah 433) Jika seseorang tidak mengetahui badan atau pakaiannya suci atau najis, apabila ia telah melaksanakan salat dan setelah salat menyadari bahwa badan atau pakaiannya najis; maka salatnya sah.

Masalah 434) Apabila pada pertengahan salat seseorang menyadari bahwa tubuh atau pakaiannya najis dan terdapat kemungkinan baginya untuk menghilangkan najasah tubuh atau melepaskan pakaiannya tanpa melakukan perbuatan yang merusak salatnya, maka dia harus menghilangkan najasah tubuhnya atau melepaskan pakaiannya, lalu menyempurnakan salatnya. Jika tidak ada kemungkinan baginya untuk menghilangkan najasah dengan tetap menjaga keadaan salat, sedangkan waktu untuk salat masih leluasa, maka wajib baginya untuk memutuskan salatnya lalu mengulanginya dengan tubuh dan pakaian yang suci.

Masalah 435) Apabila pakaian yang najis telah dibasuh dengan air dan dengan hal ini seseorang menjadi yakin dengan kesuciannya sehingga dia mengenakannya untuk salat, namun setelah itu dia menyadari ternyata bajunya belum suci, maka salatnya sah. Tetapi untuk salat-salat berikutnya dia harus menyucikan pakaiannya.

Masalah 436) Pakaian yang diragukan kenajisannya dihukumi sebagai pakaian yang suci. Dengan demikian, salat dengan mengenakan baju tersebut dianggap sah.

Masalah 437) Melakukan salat dengan pakaian yang diberi parfum yang mengandung alkohol, sedangkan kita tidak mengetahui parfum tersebut najis ataukah tidak, maka hal ini tidaklah bermasalah.

Masalah 438) Apabila seseorang terpaksa harus membersihkan lobang air kencingnya dengan batu, kayu atau segala sesuatu lainnya, dan sebelum salat ia menyucikan lobang air kencing dengan air, jika dia tidak mengetahui bahwa pakaiannya telah terkena najis oleh cairan kencing, maka tidak ada kewajiban untuk mengganti pakaian atau menyucikannya ketika mengerjakan salat.

Masalah 439) Pada empat kondisi di bawah ini, tubuh dan pakaian mushalli tidak disyaratkan berada dalam keadaan suci:

Kondisi Pertama: Pakaian dan  tubuh dikenai darah karena luka, jahitan operasi dan luka yang berdarah dan bernanah.

Masalah 440) Apabila pada tubuh atau pakaian mushalli terdapat luka, jahitan operasi atau luka yang berdarah dan bernanah, sedangkan biasanya atau bagi orang ini, untuk melakukan pembasuhan dengan air pada tubuh, pakaian, atau untuk mengganti pakaian, merupakan pekerjaan yang sulit, maka selama luka, jahitan operasi dan luka yang berdarah dan bernanah ini belum membaik, dia bisa melakukan salatnya dengan darah yang ada tersebut. Demikian juga dia bisa melakukan salat dengan nanah yang menjadi najis karena keluar bersama darah atau obat yang menjadi najis karena diletakkan di atas luka.

Masalah 441) Darah barutan dan luka-luka yang cepat sembuh serta mudah dicuci, terkecualikan dari hukum ini (artinya, apabila terdapat pada tubuh dan pakaian mushalli, maka salatnya akan menjadi batal).

Kondisi Kedua: Ukuran darah yang terdapat pada pakaian atau tubuh, kurang dari ukuran dirham (ruas jari telunjuk).

Masalah 442) Apabila tubuh atau pakaian mushalli terkena darah—selain yang telah disebutkan di atas—sedangkan ukurannya kurang dari satu ruas jari telunjuk, maka salat dengannya tidaklah bermasalah. Tetapi bermasalah apabila  melebihi ukuran itu.

Masalah 443)  Keabsahan salat dengan darah yang kurang dari satu dirham pada pakaian  atau badan memiliki beberapa syarat:

  1. Bukan darah haid, karena jika darah ini mengenai tubuh atau pakaian mushalli meskipun sangat sedikit, salatnya akan menjadi batal. Berdasarkan ihtiyath wajib, darah nifas dan darah istihadah juga memiliki hukum ini.
  2. Bukan darah yang berasal dari hewan-hewan yang najis secara zat (seperti anjing, babi, demikian juga dengan darah orang kafir), dan juga bukan darah dari hewan-hewan berdaging haram atau bangkai.
  3. Tidak terdapat cairan dari luar yang mengenainya, kecuali apabila cairan tersebut telah bercampur dan terserap dalam darah serta tidak melebihi ukuran yang diperbolehkan (bulatan jari). Sedangkan apabila di luar keadaan ini, maka berdasarkan ihtiyath wajib hukum melakukan salat dengannya tidak sah (mahallul isykal).

Masalah 444)  Jika tidak terdapat darah pada tubuh dan pakaian, tetapi pakaian menjadi najis karena menyentuh darah, maka dilarang melakukan salat dengannya.

Kondisi Ketiga:   Jika pakaian kecil yang dikenakan oleh mushalli, seperti kaos kaki, yang tidak bisa dipakai untuk menutupi aurat, berada dalam keadaan najis.

Masalah 445) Jika pakaian kecil milik mushalli yang tidak bisa digunakan untuk menutupi aurat seperti kaos kaki, kaos tangan dan syal, demikian juga jika cincin, ikat pinggang dan sejenisnya menyentuh najasah dan menjadi najis, maka salat dengannya tidaklah bermasalah.

Masalah 446) Jika yang menjadi najis adalah barang-barang seperti sapu tangan, kunci dan pisau yang biasanya dibawa oleh manusia, sedangkan barang-barang ini tidak bisa menutupi aurat, maka salat dengannya pun tidak bermasalah.

Kondisi Keempat: Terpaksa harus melakukan salat dengan tubuh dan pakaian yang najis.

Masalah 447) Seseorang yang terpaksa harus melakukan salatnya dengan baju yang najis karena udara dingin, tidak memiliki air atau sejenisnya, maka salat yang dilakukannya dihukumi benar.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jadwal Salat Kota Jakarta