Masalah 914) Salat jamaah merupakan salah satu dari amalan-amalan mustahab yang terpenting dan syiar Islam yang paling besar. Salat jamaah ini akan terwujud dengan minimal adanya dua orang (satu imam dan satu makmum).
Masalah 915) Apabila imam jamaah melakukan salatnya tanpa berniat menjadi imam jamaah, salatnya dan keikutsertaan orang-orang lain dengannya (iqtida’) tidaklah bermasalah (diperbolehkan secara syar’i), dengan kata lain, keberadaan salat jamaah telah cukup dengan sekedar adanya niat makmum yang mengikutinya dan niat imam jamaah untuk menjadi imam tidaklah menjadi syarat. Namun sang imam akan memperoleh keutamaan salat jamaah ketika dia berniat menjadi imam dan melakukan salat secara berjamaah.
Masalah 916) Menjadi imam dengan niat melakukan salat qadha ihtiyathiyah (pengulangan salat sekedar lebih berhati-hati) tidaklah sah. Karena itu, seseorang yang hendak menjadi imam jamaah untuk satu salat di beberapa tempat, tidak bisa meniatkan salat-salat yang dilakukannya sebagai salat qadha ihtiyathiyah.
Masalah 917) Kerelaan imam jamaah bukan merupakan syarat keabsahan untuk bermakmum (iqtida’) dengannya. Karena itu, mengikuti seseorang yang tidak rela melakukan hal ini, tidaklah bermasalah.
Masalah 918) Bermakmum kepada makmum, selama salatnya bersama jamaah masih berlanjut, tidak dibenarkan secara hukum. Tetapi bila ia tidak mengetahui bahwa yang diikutinya adalah seorang makmum sehingga dia bermakmum dengannya, jika dalam rukuk dan sujudnya, dia melakukan rukuk dan sujud sebagaimana kewajiban dalam salat furada (tidak berjamaah) dalam artian bahwa dia tidak menambah dan mengurangi rukun secara sengaja atau lupa, maka salatnya dihukumi sah.
Masalah 919) Mengulang salat jamaah sekali lagi demi makmum-makmum lainnya pada salat-salat harian adalah diperbolehkan, bahkan mustahab, tetapi tidak diperbolehkan melakukannya lebih dari itu. Karena itu, seorang imam jamaah bisa melaksanakan dua salat jamaah di dua masjid dan mengulang salatnya kembali.
Masalah 920) Dalam salat-salat harian, setiap orang bisa melakukan salatnya dengan bermakmum pada salat yang mana saja, misalnya seseorang yang berniat hendak melakukan salat Isya bisa bermakmum pada seseorang yang tengah melakukan salat Magrib.
Masalah 921) Keikutsertaan para wanita dalam salat jamaah tidaklah bermasalah dan mereka akan mendapatkan pahala dari salat berjamaah.
Masalah 922) Seseorang yang sampai pada jamaah ketika imam tengah melaksanakan tasyahud akhir, jika ia menghendaki pahala salat jamaah maka dia harus berniat, melakukan takbiratulihram lalu duduk serta membaca tasyahud bersama imam namun tanpa mengucapkan salam. Setelah itu bersabar sejenak hingga imam mengucapkan salamnya, kemudian bangkit dan melanjutkan salatnya, yaitu membaca al-Fatihah dan surah, dan hal ini dianggap sebagai rakaat pertama (cara ini khusus untuk tasyahud akhir pada salat jamaah untuk mendapatkan pahala salat jamaah dan tidak dapat dilakukan pada tasyahud rakaat kedua pada salat tiga rakaat dan empat rakaat).
Masalah 923) Perbedaan pendapat dalam taklid bukan merupakan penghalang bagi keabsahan bermakmum. Karena itu, seseorang yang dalam masalah salat musafir menjadi mukalid seorang mujtahid, dia bisa bermakmum kepada imam jamaah yang dalam masalah tersebut bertaklid pada marja’ lain. Tetapi bermakmum dalam salat yang menurut fatwa marja’ taqlid-nya makmum adalah qasar dan menurut fatwa marja’ taqlid-nya imam jamaah adalah tamam, atau sebaliknya, adalah tidak sah.
Masalah 924) Tidak diperbolehkanmelakukan salat secara furada (sendirian) pada saat terdapat pelaksanaan salat jamaah, apabila hal ini dianggap melemahkan salat jamaah, meremehkan dan menghina imam jamaah yang dipercaya keadilannya oleh masyarakat.
Masalah 925) Ikut serta secara simbolik dalam salat jamaah untuk alasan uqala’i (yang dapat diterima oleh orang-orang yang berakal) seperti untuk meredam tuduhan, adalah tidak bermasalah, tetapi membaca pelan al-Fatihah dan surah yang seharusnya dibaca keras, seperti dalam salat Magrib dan Isya, untuk menampakkan kebermakmumannya kepada imam jamaah, adalah tidak sah dan tidak diperbolehkan.
Masalah 926) Melakukan amalan-amalan mustahab seperti salat mustahab, doa tawasul atau doa-doa panjang lainnya yang dibaca sebelum, setelah atau pada pertengahan salat jamaah yang diselenggarakan di musala instansi-instansi pemerintah dan memakan waktu lebih panjang dari salat jamaah itu sendiri, apabila hal ini menyebabkan terbuangnya waktu-waktu kantor serta tertundanya pekerjaan-pekerjaan wajib, maka hal ini bermasalah.
Masalah 927) Imam jamaah tidak diperbolehkan mengambil upah untuk salatnya, kecuali untuk pendahuluan-pendahuluan kehadirannya di dalam jamaah.
Masalah 928) Untuk mendapatkan keutamaan salat awal waktu dan jamaah, akan lebih baik bila pekerjaan-pekerjaan kantor diatur sedemikian rupa hingga para pegawai kantor instansi-instansi militer, instansi-instansi pemerintahan dan sepertinya dapat melakukan kewajiban Ilahi ini dengan berjamaah dan dalam waktu yang pendek.
Masalah 929) Lebih baik supaya memperoleh keutamaan salat awal waktu dan jamaah, pekerjaan-pekerjaan kantor diatur sedemikian rupa sehingga karyawan-karyawan dapat mengerjakan kewajiban Ilahi ini secara berjamaah dan dalam tempo yang singkat.