Hal-hal yang Membatalkan Puasa (Mufthirat)

Hal-hal yang Membatalkan Puasa (Mufthirat)

Masalah 991) Hal-hal berikut ini membatalkan puasa: 1. Makan dan minum. 2. Jimak (bersetubuh). 3. Istimna (onani atau masturbasi). 4. Berbohong dengan mengatasnamakan Allah, Rasul saw dan para imam maksum as (berdasarkan ihtiyath wajib). 5. Sampainya debu tebal ke tenggorokan (berdasarkan ihtiyath wajib). 6. Memasukkan seluruh kepala ke dalam air (berdasarkan ihtiyath wajib). 7. Tetap dalam keadaan janabah, haid dan nifas hingga azan subuh. 8. Imalah (memasukkan cairan) ke dalam tubuh. 9. Muntah dengan sengaja

 

1. Makan dan Minum

Masalah 992) Bila pelaku puasa secara sengaja memakan atau meminum sesuatu, maka puasanya akan menjadi batal, baik sesuatu tersebut berupa makanan dan minuman biasa atau bukan makanan dan minuman, seperti kertas, kain dan sepertinya, dan baik sedikit maupun banyak, seperti setetes air atau sepotong kecil roti.

Masalah 993) Bila pelaku puasa sengaja menelan apa yang tertinggal di sela-sela giginya maka puasanya batal, tetapi jika dia tidak mengetahui adanya makanan yang tertinggal di sela-sela giginya atau dia tidak mengetahui sampainya makanan tersebut ke tenggorokan, atau tertelan secara tidak disengaja, maka puasanya tidak batal.

Masalah 994) Makan dan minum yang dilakukan secara tak disengaja atau karena lupa, tidak akan membatalkan puasa dan tidak ada perbedaan antara puasa wajib ataukah puasa mustahab.

Masalah 995) Menelan air liur tidak membatalkan puasa.

Masalah 996) Ihtiyath wajib bagi para pelaku puasa untuk menghindarkan diri dari pemakaian suntikan-suntikan penguat, pengganti makanan atau suntikan-suntikan yang dimasukkan melalui urat nadi, demikian juga dengan infus, tetapi suntikan obat pada otot atau untuk bius demikian juga menaruh obat pada luka dan jahitan, tidaklah bermasalah.

Masalah 997) Ihtiyath wajib bagi pelaku puasa untuk menghindari obat-obatan yang memabukkan yang bisa terserap melalui hidung atau di bawah lidah.

Masalah 998) Jika pada saat makan seseorang menyadari bahwa waktu telah subuh, maka dia harus mengeluarkan makanan yang ada di mulutnya dan bila sengaja menelannya, maka puasanya menjadi batal (dan kewajiban atas orang-orang yang membatalkan puasa dengan sengaja akan dijelaskan berikutnya).

Masalah 999) Menelan dahak dan ingus yang belum sampai ke daerah rongga mulut tidaklah membatalkan puasa, tetapi bila telah sampai di daerah rongga mulut, ihtiyath wajib untuk tidak menelannya.

Masalah 1000) Jika pada saat berpuasa (bulan Ramadan) seseorang harus mengkonsumsi pil untuk menyembuhkan tekanan darah, maka hal tersebut tidaklah bermasalah, tetapi dengan menelan pil tersebut berarti puasanya menjadi batal (menelan pil meskipun untuk penyembuhan, tetap dikatakan sebagai aktivitas makan).

Masalah 1001) Darah yang keluar dari gusi, selama tidak ditelan, tidak akan membatalkan puasa. Jika darah tersebut bercampur dengan air liur dan terserap ke dalamnya maka ia akan dihukumi suci sehingga tidak menjadi masalah untuk menelannya serta tidak akan membatalkan puasa. Bila dia ragu akan adanya darah yang bersama dalam air liur, tidak ada masalah untuk menelannya serta tidak akan mengganggu keabsahan puasa.

Masalah 1002) Sekedar keluar darah dari mulut tidak akan membatalkan puasa, tetapi wajib untuk menghindari sampainya darah tersebut ke kerongkongan.

Masalah 1003) Seseorang tidak dibolehkan membatalkan puasanya lantaran lemah namun apabila ia sangat lemah dan tidak dapat menghadapinya maka tidak ada masalah ia membatalkan puasanya.

 

2. Jimak (Bersetubuh)

Masalah 1004) Bersetubuh akan membatalkan puasa meskipun dari persetubuhan ini tidak keluar mani.

Masalah 1005) Bila seseorang lupa bahwa dirinya tengah berpuasa sehingga melakukan persetubuhan, maka puasanya tidak akan batal, tetapi begitu dia teringat bahwa dirinya sedang berpuasa, dia harus segera keluar dari persetubuhannya tersebut, dan jika tidak demikian maka puasanya menjadi batal.

 

3. Istimna (Onani atau Masturbasi)

Masalah 1006) Jika pelaku puasa sengaja melakukan sesuatu sehingga mengeluarkan mani, maka puasanya batal.

Masalah 1007) Ihtilam (keluarnya mani dalam keadaan tidur) pada siang hari, tidak akan membatalkan puasa. Jika pelaku puasa mengetahui bila tidur pada siang hari akan mengalami ihtilam, tidak ada kewajiban pula baginya untuk menghindari tidur.

Masalah 1008) Bila pelaku puasa terbangun dari tidur dalam keadaan mengeluarkan mani, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mencegah (menahan)nya.

 

4. Berbohong dengan Mengatasnamakan Allah, Rasul saw dan Para Imam Maksum as (Berdasarkan Ihtiyath Wajib)

Masalah 1009) Berbohong dengan mengatasnamakan Allah, Rasul saw dan para imam maksum as, berdasarkan ihtiyath wajib akan menyebabkan batalnya puasa, meskipun setelah itu dia bertobat dan mengatakan bahwa dia telah berbohong.

Masalah 1010) Menukilkan hadis yang tercantum dalam kitab-kitab dan seseorang tidak mengetahuinya bahwa hal itu merupakan kebohongan, tidaklah bermasalah, meskipun berdasarkan ihtiyath (mustahab) hendaknya dia menukilkannya dengan menisbatkan pada kitab-kitab tersebut.

Masalah 1011) Tidak ada masalah menyandarkan hadis Kisa kepada Sayidah Fatimah Zahra sa dalam bentuk hikayat dari buku-buku yang menukil tentang hadis ini.

 

5. Sampainya Debu Tebal ke Tenggorokan

Masalah 1012) Berdasarkan ihtiyath wajib, pelaku puasa tidak boleh menelan debu tebal, seperti debu yang muncul ketika menyapu tanah. Adapun sekedar masuknya debu ke dalam rongga mulut dan hidung tanpa memasuki tenggorokan, tidak akan membatalkan puasa. Tetapi asap rokok dan tembakau lainnya, berdasarkan ihtiyath wajib akan membatalkan puasa.

Masalah 1013) Semata-mata masuknya debu ke dalam rongga mulut dan hidung tanpa memasuki tenggorokan, tidak akan membatalkan puasa.

Masalah 1014) Bila pelaku puasa menderita penyakit sesak napas dan dia menggunakan obat semprot dan menyemprotkannya ke dalam tenggorokannya, meskipun terbuat dari gas dan bubuk, maka keabsahan puasanya berada dalam masalah.

6. Memasukkan Seluruh Kepala ke dalam Air (Berdasarkan Ihtiyath Wajib)

Masalah 1015) Pelaku puasa yang tidak sengaja memasukkan seluruh kepalanya ke dalam air, berdasarkan ihtiyath wajib puasanya menjadi batal dan dia harus mengqadhanya kemudian.

Masalah 1016) Berkenaan dengan hukum pada masalah sebelumnya, tidak ada perbedaan antara apakah ketika memasukkan kepala ke dalam air tubuhnya juga berada di dalam air ataukah tubuhnya berada di luar air dan hanya kepalanya saja yang berada di dalam air.

Masalah 1017) Bila pelaku puasa memasukkan setengah kepalanya ke dalam air, lalu setelah keluar dia masukkan yang setengahnya lagi, maka hal yang demikian ini tidak akan membatalkan puasa.

Masalah 1018) Bila seluruh kepala berada di dalam air tetapi ada sebagian rambutnya yang berada di luar air, hal ini tetap akan membatalkan puasa.

Masalah 1019) Bila seseorang ragu apakah keseluruhan kepalanya telah masuk ke dalam air ataukah tidak, maka puasanya tetap sah.

Masalah 1020) Bila pelaku puasa jatuh tanpa sengaja ke dalam air dan seluruh kepalanya terendam air, maka puasanya tidak batal tetapi dia harus segera mengeluarkan kepalanya dari dalam air. Demikian juga bila dia lupa sedang berpuasa lalu memasukkan kepalanya ke dalam air, puasanya tidak akan batal tetapi begitu teringat dia harus segera mengeluarkan kepalanya.

Masalah 1021) Seseorang yang dengan mengenakan pakaian khusus (seperti pakaian penyelam) lalu menyelam ke dalam air dan tubuhnya tidak terbasahi oleh air, jika pakaiannya tersebut melekat pada tubuhnya, maka puasanya bermasalah (mahallul isykal) dan berdasarkan ihtiyath wajib dia harus meng-qadhanya.

Masalah 1022) Menuangkan air ke atas kepala dengan menggunakan ember dan sejenisnya tidak mempengaruhi keabsahan puasa.

 

7. Tetap dalam Keadaan Janabah, Haid dan Nifas hingga Azan Subuh

Masalah 1023) Seseorang yang terpaksa janabah pada malam bulan Ramadan, maka dia harus mandi sebelum subuh. Jika sengaja tidak mandi hingga saat itu, maka puasanya batal. Hukum ini pun berlaku pada puasa qadha Ramadan.

Masalah 1024) Bila seseorang junub pada malam bulan Ramadan dan tidak mandi hingga subuh tanpa sengaja, seperti misalnya dia mengalami junub dalam keadaan tidur dan tidurnya berlanjut hingga setelah azan subuh, maka puasanya benar.

Masalah 1025) Kebatalan puasa dikarenakan tetapnya dalam keadaan janabah hanya khusus berlaku untuk puasa bulan Ramadan dan qadha-nya. Hal ini tidak berlaku pada puasa-puasa lainnya, terutama puasa mustahab.

Masalah 1026) Bila seseorang yang junub pada bulan Ramadan lupa melakukan mandi janabahnya pada malam hingga terbitnya fajar dan hingga subuh masih dalam keadaan janabah, maka puasanya batal dan berdasarkan ihtiyath (wajib) hukum ini juga berlaku pada puasa qadha bulan Ramadan, tetapi hal ini tidak akan membatalkan puasa-puasa yang lain.

Masalah 1027) Jika seseorang berpuasa beberapa hari dalam keadaan janabah dan dia tidak mengetahui bahwa kesucian merupakan syarat bagi keabsahan puasa, maka puasa yang dia lakukan selama beberapa hari ini batal dan dia harus meng-qadha-nya.

Masalah 1028) Bila seseorang di bulan Ramadan mandi dengan air yang najis lalu setelah beberapa hari kemudian dia menyadari bahwa air yang dia gunakan adalah najis, maka puasanya dihukumi benar.

Masalah 1029) Seseorang yang pada malam Ramadan mempunyai kewajiban untuk mandi, bila dia tidak mampu untuk mandi karena sempitnya waktu atau air membahayakan baginya, maka dia harus bertayamum untuk menggantikan mandinya.

Masalah 1030) Seseorang yang kewajibannya adalah bertayamum, diperbolehkan baginya untuk menjunubkan dirinya secara sengaja pada malam-malam bulan Ramadan, dengan syarat, setelah junub dia memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tayamum.

Masalah 1031) Jika sebelum azan subuh seseorang melakukan mandi janabah atau melakukan tayamum sebagai pengganti mandi tersebut, maka puasanya benar, meskipun setelah azan subuh dia mengeluarkan mani tanpa dia kehendaki.

Masalah 1032) Jika seseorang yang tengah berpuasa mengalami junub dalam tidurnya, maka hal ini tidak akan membatalkan puasanya

Masalah 1033) Jika dia tidur sebelum atau setelah azan subuh dan terbangun setelah azan, maka janabah ini tidak akan mengganggu keabsahan puasanya hari itu. Tentunya dia tetap wajib mandi untuk salatnya dan dia dapat mengakhirkan mandinya hingga waktu salat.

Masalah 1034) Bila pelaku puasa pada bulan Ramadan atau pada hari-hari puasa lainnya mengalami junub dalam keadaan tidur, maka setelah terbangun tidak ada kewajiban baginya untuk segera mandi.

Masalah 1035) Seseorang yang bangun dalam keadaan junub atau terbangun setelah mengalami junub dalam tidur dan dia mengetahui bahwa jika dirinya tidur maka hingga azan subuh dia tidak akan terbangun untuk mandi, maka tidak ada kebolehan baginya untuk tidur lagi sebelum mandi. Jika dia tetap tidur dan tidak mandi hingga azan subuh, maka puasanya batal, tetapi bila dia berasumsi bisa bangun sebelum azan subuh untuk mandi dan dia juga memiliki niat untuk mandi tetapi tidak terbangun, maka puasanya benar. Bila dia kembali tidur untuk kedua kalinya dan tidak terbangun hingga subuh, maka dia harus melanjutkan puasa dan meng-qadha puasanya hari itu.

Masalah 1036) Jika pada malam bulan Ramadan sebelum fajar seseorang ragu tentang dia mengalami ihtilam (junub dalam keadaan tidur) ataukah tidak namun dia tidak mempedulikan keraguannya dan kembali tidur, lalu setelah azan subuh dia terbangun dan menyadari bahwa dia telah mengalami ihtilam sebelum terbit fajar, jika setelah bangun pertama dia tidak melihat adanya bekas-bekas ihtilam pada dirinya melainkan hanya berasumsi saja dan dia tidur hingga setelah azan subuh, maka puasanya benar, meskipun setelah itu dia mengetahui dengan jelas bahwa ihtilam-nya berkaitan dengan sebelum azan subuh. Demikian juga bila sebelum azan subuh dia tidak menyadari dirinya telah mengalami ihtilam sehingga dia kembali tidur dan terbangun setelah azan subuh lalu menyadari bahwa dia telah ihtilam sebelum azan subuh, maka puasanya benar.

Masalah 1037) Wanita yang telah suci dari haidnya dan harus mandi, demikian juga wanita yang telah suci dari nifas (pendarahan setelah melahirkan) dan wajib atasnya untuk mandi, jika mereka menunda mandinya hingga azan subuh bulan Ramadan, maka puasanya dihukumi batal.

Masalah 1038) Wanita yang berpuasa, bila pada pertengahan hari melihat darah haid atau nifas, maka puasanya menjadi batal, meskipun hal ini terjadi menjelang magrib.

Masalah 1039) Jika seorang wanita melihat darah haid ketika tengah berpuasa untuk nazaryang tertentu waktunya, maka puasanya batal dan dia harus mengqadhanya setelah suci.

 

8. Imalah (Memasukkan Cairan) ke Dalam Tubuh

Masalah 1040) Transfusi dengan sesuatu yang cair, meskipun karena terpaksa dan untuk penyembuhan, akan membatalkan puasa.

Masalah 1041) Obat-obatan tertentu yang biasanya digunakan untuk penyembuhan sebagian dari penyakit-penyakit wanita yang dimasukkan ke dalam tubuh, tidak akan mengganggu keabsahan puasa.

 

9. Muntah dengan Sengaja

Masalah 1042) Bila pelaku puasa sengaja muntah, meskipun dia melakukan hal ini karena terpaksa, sakit dan sebagainya, maka puasanya akan menjadi batal. Tetapi jika dia muntah tanpa sengaja dan tanpa dia kehendaki, maka hal ini tidaklah bermasalah.

Masalah 1043) Bila bersamaan dengan saat bersendawa keluar sesuatu dari dalam mulut, maka sesuatu tersebut wajib untuk dikeluarkan. Namun bila tertelan secara tak sengaja, maka puasanya tetap dihukumi benar.

Masalah 1044) Bila pelaku puasa secara sengaja melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, maka puasanya akan menjadi batal, kecuali jika bukan karena kesengajaan, seperti kakinya terpeleset sehingga jatuh ke dalam air, memakan sesuatu karena lupa atau sesuatu dituangkan dengan paksa ke dalam mulutnya. Dalam kasus ini, tidak ada perbedaan antara puasa wajib, puasa mustahab, puasa bulan Ramadan atau puasa-puasa selainnya

Masalah 1045) Jika pelaku puasa membatalkan puasanya sendiri dengan paksaan dari selainnya (dengan kata lain, dipaksa untuk berbuka seperti misalnya dengan mengatakan kepadanya ‘jika kamu tidak makan, maka aku akan mengambil harta atau nyawamu’, dan dia makan dengan menggunakan tangannya sendiri untuk menghindari bahaya tersebut) maka puasanya batal.

Masalah 1046) Bila pelaku puasa secara tidak sengaja melakukan salah satu dari hal-hal yang membatalkan puasa, dan setelah itu karena menyangka puasanya telah batal lalu untuk kedua kalinya dia melakukan salah satu hal-hal yang membatalkan puasa dengan sengaja, maka puasanya batal.

Masalah 1047) Jika seseorang ragu telah melakukan hal-hal yang membatalkan puasa ataukah belum, misalnya apakah dia telah menelan debu tebal yang masuk ke dalam rongga mulutnya ataukah belum, atau apakah dia telah menelan air yang dia masukkan ke dalam mulut ataukah tidak, maka puasanya dihukumi benar.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jadwal Salat Kota Jakarta